Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita
semua,
Yang saya hormati, Saudara
Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara
Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara
Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Yang Mulia para Duta Besar
Negara-Negara Sahabat, dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi
Internasional,
Saudara-saudara se-Bangsa dan
se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang saya
muliakan,
Mengawali pidato ini, saya
mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke
hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya,kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah
kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan
pengab-dian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta.
Kita juga bersyukur, pada
hari yang istimewa ini, kita dapat menghadiri Sidang Bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-69 Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Masih dalam suasana Idul
Fitri, pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya ingin menyampaikan ucapan
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 Hijriyah kepada kaum muslimin dan muslimat di
seluruh tanah air. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf atas
segala kekhilafan dalam mengemban amanat rakyat selama ini.
Sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya, pidato kenegaraan kali ini akan dilanjutkan siang nanti, dengan
Pidato Pengantar RAPBN Tahun Anggaran 2015 beserta Nota Keuangannya. Kedua
pidato yang saya sampaikan di depan para wakil rakyat dan wakil daerah hari
ini, sesungguhnya juga saya tujukan kepada seluruh rakyat Indonesia di mana pun
berada.
Saudara-saudara,
Sebentar lagi, seluruh rakyat
Indonesia dari Sabang sampai Merauke, akan dengan penuh suka cita merayakan
proklamasi ke-merdekaan bangsa Indonesia, sebuah peristiwa yang amat
ber-sejarah. Melalui proklamasi yang sederhana dan singkat, dari Jalan
Pegangsaan, para pendiri bangsa mengobarkan suatu revolusi kemerdekaan yang
menginspirasi bangsa-bangsa lain, melahirkan Republik besar di Asia, dan
membuka sejarah Indonesia modern.
Sepanjang masa, Generasi-45
akan dikenang sebagai generasi emas yang mengubah nasib bangsa dengan semangat
perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang luar biasa. Etos inilah yang
harus selalu kita dan semua anak cucu kita tauladani bersama.
Setelah 69 tahun merdeka,
saya yakin para pendiri bangsa akan bersyukur dan bergembira melihat
transformasi bangsa Indonesia di abad-21.
Dari bangsa yang sewaktu
merdeka sebagian besar penduduk-nya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai
sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu
sekolah, 3 juta guru dan 50 juta siswa.
Dari bangsa yang tadinya
terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income
country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar dunia, dan bahkan
menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari purchasing
power parity.
Dari bangsa yang seluruh
penduduknya miskin di tahun 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas
menengah terbesar di Asia Tenggara – dan salah satu negara dengan pertumbuhan
kelas menengah yang tercepat di Asia.
Dari bangsa yang kerap jatuh
bangun diterpa badai politik dan ekonomi, kita telah berhasil
mengkonsolidasikan diri menjadi demokrasi ketiga terbesar di dunia.
Pendek kata, setelah hampir 7
dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang
semakin bersatu, semakin damai, semakin makmur, dan semakin demokratis.
Kita mengatakan semua capaian
ini tidak untuk berpuas diri atau menepuk dada. Kita mengatakan ini untuk
mengingatkan diri bahwa semua ini berawal dari revolusi 1945 yang dirintis para
pendiri republik. Perjalanan kita sebagai bangsa sudah cukup panjang, dan
terlepas dari berbagai permasalahan yang masih ada, serta segala kekurangan
kita, sejarah menunjukkan bahwa perjuangan dan kerja keras bangsa Indonesia
selama ini telah mengangkat derajat bangsa kita ke tingkat yang lebih tinggi.
Semua hal yang kita capai
sebagai bangsa sebenarnya bukan monopoli siapapun. Semua itu adalah kulminasi
gabungan dari sumbangsih dan kerja keras seluruh generasi, dari era Presiden
Soekarno, era Presiden Suharto, era Presiden B.J. Habibie, era Presiden
Abdurrachman Wahid, era Presiden Megawati Soekarno-putri, hingga era saya saat
ini. Insya Allah, ke depan, akan dilanjutkan di era Presiden Indonesia ke-7 dan
Presiden-Presiden berikutnya.
Sebagai bangsa yang
menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, kita jangan
sekali-kali menganggap remeh capaian bangsa ini. Kita bisa melihat sendiri
penderitaan luar biasa yang dialami saudara-saudara kita di Gaza sekarang dan
banyak negara di Timur Tengah. Tragedi Palestina yang masih berlangsung hingga
detik ini mengingatkan bangsa kita betapa mahalnya harga kemerdekaan, persatuan
dan perdamaian.
Saudara-saudara,
Masih segar dalam ingatan
saya, lima tahun lalu, tepat pada tanggal 20 Oktober 2009, saya menyampaikan
kebijakan dasar dan program pemerintahan lima tahun ke depan yang dititik
beratkan pada tiga agenda utama, yakni pembangunan demokrasi, penegakan
keadilan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Tiga agenda besar ini tidak
bisa dipisahkan satu sama lain, dan justru saling mendukung. Demokrasi
tanpa keadilan adalah sesat. Keadilan tanpa kesejahteraan adalah semu.
Kesejahteraan tanpa demokrasi adalah timpang.
Kita patut bersyukur bahwa,
sejak bergulirnya reformasi, demokrasi kita terus tumbuh semakin kuat.
Sebenarnya, dalam konteks realitas dunia sekarang, ini merupakan hal yang
langka terjadi. Di berbagai belahan dunia, kita melihat berbagai contoh
tran-sisi demokrasi yang mengalami stagnasi, menjadi layu dan bahkan akhirnya
runtuh. Dunia juga bertaburan dengan contoh transisi demokrasi yang kerap
dirundung konflik, instabilitas dan kemundur-an ekonomi. Jelas, transisi
demokrasi adalah suatu proses yang penuh risiko dan tantangan.
Alhamdulillah, dengan ridho
Allah SWT, dan dengan kerja keras kita semua, pembangunan demokrasi kita
berjalan relatif baik. Dalam 15 tahun terakhir, kita telah 4 kali
melakukan pemilu secara teratur dan damai. Dan dalam 15 tahun terakhir, kita
telah 4 kali mengalami pergantian Pemerintah secara konstitusional dan damai
pula.
Generasi kita juga telah
mengukir sejarah : dalam beberapa tahun ini, untuk pertama kalinya, seluruh
pemimpin daerah dari gubernur, bupati, walikota dan anggota DPRD telah dipilih
langsung oleh rakyat. Ini telah mengubah total budaya dan dinamika politik
Indonesia. Kita bersyukur, transformasi besar ini dapat kita capai secara damai
tanpa gejolak politik yang sangat mengganggu.
Di tahun 2014 ini – yang
banyak disebut sebagai “tahun politik” -- bangsa kita untuk keempat kalinya
sejak era reformasi kembali melaksanakan pemilihan umum. Tanggal 9 April, lebih
dari 139 juta rakyat Indonesia berbondong-bondong memilih para wakil rakyat
yang akan duduk di lembaga-lembaga legislatif. Dan tanggal 9 Juli, hampir
135 juta rakyat Indonesia menentukan pilihan pada dua pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden, yakni pasangan nomor urut 1 Bapak Prabowo Subianto yang
berpasangan dengan Bapak Hatta Rajasa, dan pasangan nomor urut 2 Bapak Joko
Widodo yang berpasangan dengan Bapak Jusuf Kalla.
Komisi Pemilihan Umum telah
menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai calon Presiden dan Wakil
Presiden dengan suara terbanyak. Saat ini, kita masih menunggu proses akhir
dari gugatan yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta kepada Mahkamah
Konstitusi.
Yang penting, marilah kita
semua bekerja sama untuk terus mengawal proses ini agar berlangsung secara
konstitusional dan damai, serta selalu mengedepankan kepentingan dan masa depan
rakyat Indonesia. Sama seperti sebelumnya, proses pemilu 2014 ini harus
benar-benar menyuarakan nurani rakyat, dan bukan semata pertarungan elit
politik. Saya yakin inilah yang paling diharapkan oleh rakyat kita pada saat
ini.
Perjalanan bangsa Indonesia
kini ditandai oleh politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi, dan persatuan nasional yang semakin kokoh. Marilah kita terus
jaga modal besar ini, agar dapat terus dinikmati generasi penerus.
Dalam kehidupan bernegara,
satu hal yang perlu terus kita pelihara adalah kualitas demokrasi. Disini
perlu kita bedakan antara demokrasi prosedural dan demokrasi substantif.
Sekalipun berbeda namun keduanya sama pentingnya. Memang, demokrasi prosedural
– dalam arti pembentukan partai politik, pelaksanaan pemilu dan pembentukan
Pemerintah dan Parlemen -- tidak otomatis menjamin demokrasi yang
berkualitas.
Sementara itu, demokrasi yang
berkualitas mempunyai banyak dimensi positif. Misalnya, tampilnya wakil-wakil
rakyat yang bersih dan memiliki solusi terhadap masalah bangsa. Pemilihan
umum yang menampilkan perdebatan yang bermutu dan persaingan yang sehat.
Peran pers yang independen, kritis dan berintegritas. Surut-nya praktik money
politics dalam
pelaksanaan pemilu. Kecerdasan dan kematangan rakyat dalam memilih wakil-wakil
mereka. Tumbuh-nya demokrasi di atas kearifan lokal yang sudah ratusan tahun
mewarnai pertumbuhan rakyat kita. Dan terselesaikannya segala per-selisihan
dalam pemilu secara damai dan konstitusional. Inilah demokrasi yang tengah kita
bangun dan matangkan.
Indikasi terkuat dari
demokrasi yang berkualitas adalah sema-kin tumbuhnya kepercayaan dan optimisme
masyarakat terhadap sistem demokrasi dan terhadap para pemimpinnya. Semua
ini, jika bisa kita capai, akan menjadikan demokrasi Indonesia lebih dari sekedar
proses penghitungan suara atau transaksi politik. Melainkan suatu kekuatan
sejarah riil yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi kuat, jaya dan makmur.
Saudara-saudara,
Demokrasi yang kita bangun
akan sia-sia tanpa adanya keadil-an yang benar-benar dirasakan masyarakat. Dari
era kolonialisme, era kemerdekaan, era pembangunan, sampai era reformasi,
per-juangan rakyat Indonesia adalah perjuangan untuk mendapatkan keadilan.
Hal ini secara abadi telah tercantum dalam sila ke-5 dasar negara kita, Pancasila.
Kita harus yakin dan percaya, bahwa negara hadir untuk memberikan keadilan --
apakah keadilan ekonomi, keadilan sosial, keadilan politik, maupun keadilan
hukum. Keadilan untuk semua – justice for all – merupakan komitmen moral, sekali-gus
sebagai agenda kerja pemerintahan yang saya pimpin sejak tahun 2009 hingga 2014
ini.
Keadilan akan makin tegak dan
kuat apabila supremasi hukum ditegakkan secara konsisten. Karena itulah,
kalau di masa lalu, politik pernah menjadi panglima, dan kemudian ekonomi menjadi
panglima, maka dalam era reformasi, hukumlah yang kita jadikan panglima. Ini
berarti tidak ada satupun warga negara Indonesia yang berada di luar jangkauan
hukum atau di atas hukum. Ini juga berarti tidak ada satupun kelompok
masyarakat kita yang berhak main hakim sendiri atau memaksakan pendapatnya pada
pihak lain.
Penegakan hukum adalah kunci
dari upaya pemberantasan korupsi yang menjadi musuh reformasi dan juga
merugikan kepen-tingan rakyat. Kini, korupsi telah kita perlakukan sebagai
kejahatan luar biasa, yang penanganannya harus dilakukan dengan cara-cara yang
luar biasa pula.
Berulang kali saya tegaskan,
tidak ada yang kebal hukum di negeri ini, dan tidak ada tebang pilih kepada
mereka yang melakukan tindak pidana korupsi. Karena itulah, sebagai Presiden,
pada periode 2004 - 2012, saya telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi
kepala daerah dan pejabat yang dicurigai melakukan kasus korupsi dan tindak
pidana lainnya, tanpa sedikitpun melihat apa jabatannya, apa partai
politiknya, dan siapa koneksinya.
Selain itu, pada periode 2004
- 2014, terdapat 277 pejabat negara, baik pusat maupun daerah, baik eksekutif,
legislatif maupun yudikatif, yang ditangani KPK terkait dengan tindak pidana
korupsi, tidak termasuk perkara yang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Di
satu sisi, hal ini mencerminkan gejala buruk bahwa korupsi tetap menjadi
tantangan utama dalam kehi-dupan bernegara kita. Namun di lain sisi, hal ini
membuktikan bahwa hukum kita mampu menjerat siapapun yang melakukan pelanggaran
tanpa pandang bulu. Inilah yang membuat saya optimis bahwa upaya
pemberantasan korupsi -- jika terus dilaksanakan secara konsisten – akan dapat
melahirkan Pemerintahan yang jauh lebih bersih di masa depan.
Karenanya, Pemerintah terus
mendukung dan memberikan ruang gerak yang luas bagi KPK untuk memberantas
korupsi. Saya juga memberikan apresiasi kepada KPK, Kepolisian, Kejaksaan dan
lembaga peradilan yang telah bekerja bersama-sama melakukan penegakan hukum,
walaupun diakui bahwa hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan di
lapangan.
Pemerintah juga giat
melakukan pemberantasan mafia peradilan. Tahun 2009 sampai 2011, misalnya, saya
telah membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Tugas Satgas ini adalah
men-cegah agar jangan sampai hukum diperjualbelikan layaknya suatu komoditi
untuk memperkaya oknum-oknum penegak hukum dan pemerintah, dan untuk pula
melindungi pelaku kejahatan.
Kita juga telah melahirkan
Undang-undang no. 16 tahun 2011 yang bertujuan memberi bantuan hukum bagi
masyarakat yang tidak mampu menyewa pengacara untuk menghadapi
pengadilan. Saya masih mendengar adanya sejumlah keluhan mengenai
pelaksanaan undang-undang ini, dan karenanya saya mengusulkan untuk menam-bah
dana bantuan hukum ini secara signifikan, serta mempermudah proses penarikan dana
bagi mereka yang membutuhkannya.
Saya akui, reformasi hukum
memang merupakan tantangan yang paling berat. Dan saya berharap agenda
reformasi hukum ini akan terus menjadi prioritas utama dalam kehidupan
bernegara Indonesia di masa mendatang.
Tentu saja, keadilan bukan
saja diukur dari segi hukum, namun juga dari kemampuan kita untuk mewujudkan
pembangunan yang adil dan merata. Untuk itulah, dalam lima tahun terakhir ini,
kita terus mendorong pemerataan pembangunan ke luar Pulau Jawa, sambil tetap
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa-Bali. Kita bangun
wilayah-wilayah potensial di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara, dan tentu saja Tanah Papua. Inilah makna sesungguhnya
dari pembangunan untuk semua---development
for all.
Dalam kerangka keadilan pula,
sejak tahun 2004 hingga saat ini, pemerintah selalu memberi perhatian yang
sungguh-sungguh kepada saudara kita di Aceh dan Papua. Kita bersyukur bahwa
sejak perjanjian perdamaian tahun 2005, rakyat Aceh terus hidup damai dalam
kerangka otonomi khusus dan dalam bingkai NKRI. Demikian juga di Propinsi Papua
dan Papua Barat, kita terus mengisi otonomi khusus dengan percepatan
pembangunan, rekonsiliasi politik, kebi-jakan afirmatif dan peningkatan
kesejahteraan berbasis sosial-budaya.
Saudara-saudara,
Demokrasi dan keadilan akan
hampa tanpa kesejahteraan rakyat. Karenanya, dalam sepuluh tahun terakhir,
pemerintah terus gigih mendorong kebijakan pembangunan yang pro-rakyat. Suatu
kebijakan pembangunan yang secara bersamaan dapat mendorong pertumbuhan,
mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Dalam hal ini, alhamdulillah,
kita dapat terus memacu momen-tum pemulihan ekonomi, yang sejak krisis moneter
telah dirintis oleh para pendahulu, baik Presiden B.J. Habibie, almarhum
Presiden Abdurrachman Wahid maupun Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam kaitan itu, selama satu
dekade terakhir, kita mencatat bersama beberapa perkembangan positif dalam
pembangunan Indonesia.
Pertama, kita dapat menjaga
stabilitas dan kondisi makro-ekonomi yang relatif baik, walaupun bangsa kita
terus diterpa cobaan, apakah itu dalam bentuk bencana alam maupun krisis
moneter global utamanya pada tahun 2008.
Kedua, Indonesia terus mencetak
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Pada periode tahun 2009-2013, secara
rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,9 persen. Ini jauh lebih
tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada kurun
waktu yang sama. Di semester pertama tahun 2014 ini, ekonomi kita memang
mengalami perlambatan menjadi sekitar 5,2 persen. Sungguhpun demikian, diantara
negara-negara G-20, kita tetap menempati posisi pertumbuhan tertinggi setelah
Tiongkok. Kemampuan kita untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi sangat penting,
mengingat dewasa ini cukup banyak negara-negaraemerging ekonomi
lainnya yang pertumbuhan ekonominya menurun, bahkan sebagian menurun cukup
tajam.
Ketiga, utang negara juga kini
telah berada dalam situasi yang jauh lebih aman. Utang adalah faktor penting
karena berkaitan dengan rasa percaya diri dan harga diri suatu bangsa.
Utang juga sering dianggap sebagai ancaman dan stigma yang buruk oleh rakyat
Indonesia. Di puncak krisis moneter tahun 1998, rasio utang kita terhadap
PDB adalah 85 persen, yang artinya utang kita hampir sama besarnya dengan
penghasilan bangsa kita. Dengan susah payah, akhirnya kita berhasil menurunkan
rasio utang terhadap PDB kita menjadi sekitar 23 persen. Sekali lagi, ini
bukanlah capaian yang boleh diabaikan. Mari kita bandingkan dengan rasio utang
terhadap PDB negara-negara maju yang terus tinggi, Jepang 227,2 persen, Amerika
Serikat 101,5 persen, atau Jerman 78,4 persen. Dalam hal ini, rasio utang
terhadap PDB Indonesia adalah yang terendah diantara negara-negara G-20.
Kita juga telah melunasi
utang kita kepada IMF, dan melaku-kannya 4 tahun lebih awal dari jadwal yang
telah disepakati. Salah satu momen yang akan selalu saya ingat sebagai Presiden
adalah ketika menerima Managing Director IMF
di kantor saya, dan waktu itu, justru Indonesia-lah yang balik memberikan
masukan bagaimana cara mereformasi IMF. Indonesia tidak lagi menjadi pasien
IMF, yang semua kebijakan dan perencanaan ekonominya harus didikte oleh IMF.
Hibah juga bukan lagi faktor
penentu dalam pembangunan kita. Kita tetap menerima hibah dari negara sahabat,
dan kita hargai sepanjang diberikan dengan itikad baik dan semangat
persahabatan. Namun hibah dari dunia internasional kini hanya berjumlah
sekitar 0,7 persen dari seluruh anggaran nasional. Ini menandakan bahwa kita
telah mencapai kemandirian ekonomi yang makin signifikan.
Keempat, kita juga telah berhasil
mencetak sejumlah prestasi ekonomi. Anggaran pembangunan kini mencapai
Rp1.842,5 triliun, tertinggi dalam sejarah Indonesia. Cadangan devisa kita saat
ini telah mencapai 110,5 miliar dollar Amerika Serikat, setelah sebelum-nya
pernah mencapai 124,6 miliar dolar Amerika Serikat yang juga tertinggi dalam
sejarah. Volume perdagangan kita dalam 10 tahun terakhir mencapai sekitar
400 miliar dollar, tertinggi dalam sejarah, walaupun belakangan ini kita
mengalami penurunan nilai ekspor. Nilai investasi baik dari luar negeri maupun
dalam negeri dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp2.296,6 triliun, juga tertinggi
dalam sejarah. Sementara itu, dalam waktu 9 tahun, pendapatan per kapita rakyat
Indonesia meningkat hampir tiga setengah kali lipat dari sekitar Rp10,5 juta
tahun 2004 menjadi sekitar Rp36,6 juta pada tahun 2013. Di sini kita juga
patut bersyukur karena faktanya, di tengah gejolak dan krisis ekonomi global yang
sering terjadi, tidak banyak bangsa di dunia yang bisa melakukan hal ini.
Kelima, Indonesia telah menjadi
anggota G-20. Ini menandakan bahwa posisi Indonesia dalam peta ekonomi dunia
sudah jauh berubah. G-20 di abad ke-21 telah menjadi forum utama untuk
melakukan kerja sama ekonomi internasional. Dalam forum itu, kita berdiri
sejajar dan duduk setara dengan negara-negara maju dan ekonomi besar lainnya.
Indonesia tidak lagi melihat proses keputus-an ekonomi dunia dari luar atau di
pinggiran, kini kita ikut membuat keputusan ekonomi dunia tersebut dari dalam
sebagai anggota G-20. Pendek kata, Indonesia telah menjadi salah satu pemain
inti dalam ekonomi internasional. Kita tidak punya alasan menjadi bangsa
yang rendah diri, yang gemar menyalahkan dunia atas segala per-masalahan yang
terjadi. Kita harus meyakini bahwa Indonesia di abad ke-21 adalah bagian
dari solusi dunia.
Namun, sekali lagi, kita
tidak boleh berpuas diri dan takabur melihat semua ini. Tantangan dan
permasalahan yang dihadapi bangsa kita masih banyak. Pekerjaan rumah kita tidak
sedikit. Salah satu tantangan terbesar kita adalah bagaimana mengubah nasib
puluhan juta rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah atau di sekitar garis
kemiskinan, ke arah yang lebih sejahtera.
Saudara-Saudara,
Sejak awal, saya meyakini
bahwa esensi pembangunan adalah pemberdayaan. Dalam semua kegiatan sosial
ekonomi yang kita usung, pertanyaan utama yang harus selalu kita jawab adalah :
apakah program ini ada manfaat yang riil bagi masyarakat? Karena itulah, Pemerintah
tak henti-hentinya melaksanakan kebijakan pro-rakyat secara masif, baik yang
berbasis bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, maupun
pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Kebijakan pro-rakyat ini tidak dilakukan
secara acak dan setengah hati, namun secara terencana, sistematis dan total.
Pelaksanaan PNPM Mandiri,
misalnya, mengalami perkembang-an pesat dan saat ini setidaknya lebih dari
seperempat penduduk Indonesia – sekitar 60 juta jiwa -- baik di perdesaan
maupun di perkotaan telah menikmati manfaat dari program ini, serta menjalani
kehidupan ekonomi yang lebih mandiri. Di ribuan lokasi program PNPM, rakyat
menentukan sendiri kegiatan ekonomi yang ingin di-lakukannya, menentukan
anggaran yang dibutuhkan dari dana PNPM dan mempertanggung-jawabkannya secara
akuntabel. Ini adalah contoh konkrit dimana kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat benar-benar dapat secara riil mengubah nasib rakyat kita. Dari
perjalanan saya keliling tanah air, saya selalu mendengar harapan dari masyarakat
agar program PNPM ini dapat terus dilanjutkan bahkan ditingkatkan.
Pemerintah juga terus
menggiatkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), mengingat akses finansial adalah
salah satu senjata paling ampuh melawan kemiskinan. Kita ingin agar program ini
semakin diperluas dan mudah diakses rakyat. Kita terus memperbaiki pola
penyaluran KUR, dan jumlah bank penyalur KUR terus ditambah dari semula 6 bank
menjadi 33 bank. Sehingga jangkauan kredit yang disalurkan kepada UMKM dan
koperasi juga terus meningkat. Selama tujuh tahun terakhir penyaluran KUR telah
mencapai lebih dari Rp150 triliun dan diterima oleh sekitar 11 juta debitur,
dengan tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan hanya sebesar 4 persen. Ini bukti yang
nyata bahwa jika rakyat kita mendapatkan peluang dan bantuan untuk mengubah
nasibnya, maka mereka akan berusaha keras untuk tidak menyia-nyiakan
kepercayaan tersebut.
Program lain untuk
meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah Program Keluarga Harapan. Program
ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, utamanya melalui pendidikan dan kesehatan, pada kelompok
masyarakat sangat miskin. Lebih dari 3 juta keluarga sangat miskin di 318
kabupaten dan kota telah terbantu oleh program ini.
Satu hal yang menggembirakan
kita semua, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua
ini, melalui dukung-an penuh wakil rakyat di DPR RI dan DPD RI, telah
diundangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan
dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, dana yang akan diterima
setiap desa diperkirakan rata-rata akan mencapai sekitar satu miliar rupiah per
tahun. Ini adalah suatu kebijakan nyata yang bila dilakukan dengan
perencanaan yang baik dan pelaksanaan yang akuntabel, akan dapat mendorong
peningkat-an produktifitas di 72.944 desa di seluruh Indonesia.
Saudara-saudara, pemenang
Nobel bidang ekonomi Profesor Amartya Sen pernah menyatakan, syarat mutlak
kemajuan suatu bangsa terletak di sektor pendidikan dan kesehatan. Karena
itulah, sejak awal, pendidikan dan kesehatan terus menempati prioritas
ter-tinggi dalam kebijakan dan program pemerintah. Pendidikan bukan sekedar
urusan mengirim anak-anak kita ke sekolah. Pendidikan adalah cara yang
paling tepat untuk memberantas kemiskinan, memperluas kelas menengah dan
membangun Indonesia modern di abad ke-21.
Kita bersyukur bahwa sesuai
mandat Konstitusi, anggaran pendidikan kita telah mencapai 20 persen lebih dari
APBN. Namun kita juga harus mengingat bahwa penambahan anggaran saja tidak
otomatis menjamin suksesnya pendidikan. Yang penting, akses dan kualitas
pendidikan harus terus terjamin di semua tingkatan.
Satu masalah besar yang
selama ini kita hadapi adalah banyaknya anak-anak dari keluarga miskin yang
cerdas namun tidak mampu masuk perguruan tinggi. Untuk itu, Pemerintah telah
me-luncurkan program inovatif Bidikmisi yang memberikan uang kuliah gratis,
ditambah dengan uang saku, sekitar Rp600.000 per bulan. Sampai saat ini,
sudah lebih dari 220.000 siswa yang masuk dalam program Bidikmisi, dan umumnya
mereka berhasil meraih prestasi akademis dan non-akademis yang
mengagumkan. Tidak jarang diantara mereka yang lulus dengan predikat
cumlaude, bahkan dengan IPK sempurna 4. Saya sempat terharu mendengar cerita
anak pengemudi becak bernama Raeni yang ikut Bidikmisi dan berhasil lulus dari
Universitas Negeri Semarang dengan IPK 3,96.
Kini Pemerintah melalui dana
abadi pendidikan, telah menyiap-kan beasiswa bagi mereka untuk melanjutkan ke
jenjang S2 dan S3 di dalam maupun di luar negeri. Saya yakin, dalam kurun 5 –
10 tahun mendatang akan lahir ribuan Master dan Doktor, generasi baru dari
keluarga miskin. Merekalah yang akan menjadi pemutus mata rantai
kemiskinan, pengangkat harkat martabat keluarganya serta pengibar merah putih
setinggi-tingginya.
Ini adalah bukti bahwa
anak-anak kita, apapun latar-belakang-nya, mempunyai potensi yang luar biasa,
asal mereka diberikan kesempatan.
Jangan lupa, dan ini juga
merupakan kebanggaan bagi kita semua, bahwa dalam 10 tahun terakhir, anak-anak
kita yang bersaing dalam berbagai Olimpiade Internasional telah 217 kali
meraih medali emas, 389 kali meraih medali perak, dan 494 kali medali
peru-nggu. Siapa bilang anak Indonesia tidak bisa bersaing dan unggul di
panggung dunia?
Untuk meningkatkan pemerataan
akses dan kualitas pendidik-an, Pemerintah juga melaksanakan program afirmasi.
Lulusan-lulusan sekolah menengah yang tinggal di wilayah timur Indonesia,
seperti Papua dan Papua Barat dan daerah perbatasan, mendapat kesempatan untuk
menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia.
Saya dapat katakan bahwa
pemandangan yang paling indah di Indonesia bukan saja gunung tinggi, hutan
lebat dan laut biru kita. Pemandangan yang paling indah adalah anak-anak
kita yang setiap pagi berjalan ke sekolah dengan seragam yang bersih dan penuh
ceria. Kita semua mempunyai kewajiban agar mereka dapat belajar dalam
sarana sekolah yang nyaman, bersih dan sehat. Karena itulah, kita terus
membangun sekolah baru dan ruang kelas baru, serta merehabilitasi ruang kelas
yang sudah rusak. Sejak 2010, melalui program Gerakan Nasional
Rehabilitasi Gedung Sekolah telah diperbaiki hampir 300.000 ruang kelas
di seluruh Indonesia.
Satu tantangan utama lapangan
kerja kita adalah sekitar 49 persen pekerja kita masih berpendidikan SD.
Ini membuat mobilitas ekonomi mereka menjadi sangat terbatas, dan berdampak
panjang pada produktifitas nasional. Karena itu, saya gembira dapat
meng-akhiri masa jabatan saya dengan berjalannya program Pendidikan Menengah
Universal sejak tahun 2012. Insya Allah, generasi anak-anak kita akan
hidup dalam sistem pendidikan dimana paling sedikit mereka akan mengenyam bukan
6 tahun, bukan 9 tahun namun 12 tahun pendidikan, bahkan kita dorong terus agar
mereka bisa menikmati sampai Perguruan Tinggi. Esensinya, kita telah mengubah
dan menaikkan program wajib belajar 9 tahun, menjadi wajib belajar 12 tahun.
Satu hal yang juga menggembirakan
kita semua adalah jumlah anak-anak kita yang masuk ke perguruan tinggi terus
meningkat secara drastis. Tahun 2004, setelah hampir 60 tahun merdeka,
hanya 14 dari 100 anak usia 19 sampai 23 tahun yang masuk ke perguruan tinggi.
Sejak itu, kita terus mencari dan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan
jumlah ini. Hasilnya, kini, dari 100 anak usia 19 tahun, 30 telah masuk
ke Perguruan Tinggi, atau 2 kali lipat dari 10 tahun sebelumnya. Ini tentu
akan sangat berdampak pada pengem-bangan sumber daya manusia kita sekarang dan
di masa mendatang. Inilah modal dasar kita : insan-insan Indonesia yang cerdas,
berilmu dan mempunyai keterampilan.
Saudara-saudara, semua ini
tidak ada artinya kalau tidak didukung oleh modal kesehatan. Di sini,
permasalahannya juga serupa dengan di bidang pendidikan, yakni akses dan
kualitas ter-hadap layanan kesehatan secara merata. Di seluruh dunia,
termasuk di negara-negara maju, hal ini memang merupakan tantangan zaman.
Mereka yang mampu dapat berobat pada dokter yang terbaik, namun mereka yang
miskin bila terkena penyakit mematikan, kanker, atau yang sejenis hanya bisa
menyerah pada nasib.
Karena itulah, setelah kita
menjalankan Program Jaminan Kese-hatan Masyarakat sejak tahun 2005, tahun 2014
menjadi tonggak bersejarah bagi rakyat Indonesia dengan mulai beroperasinya
BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan sistem ini, peserta
BPJS berhak mendapat pelayanan kesehatan dan pengobatan, apapun penyakit yang
dideritanya. Ini merupakan kebijakan publik yang bukan saja inovatif,
namun juga revolusioner. Saya sadar betul bahwa implementasi BPJS ke
depan akan masih banyak mengalami tantangan – terutama tantangan sumber daya
manusia, finansial dan logistik. Namun saya juga yakin, dengan kerja keras kita
semua, kita akan dapat mengatasinya demi rakyat kita. Kita patut berbangga
karena Indonesia kini memiliki salah satu sistem Jaminan Kesehatan terbesar di
dunia. Hingga awal bulan Agustus 2014, BPJS telah memberikan jaminan kesehatan
untuk lebih dari 126,4 juta pendu-duk. Kita berharap, dengan upaya yang
gigih, pada tahun 2019 jaminan kesehatan akan mencakup seluruh penduduk di
seluruh tanah air.
Sumber daya manusia yang
cerdas, terampil dan sehat akan menjadi modal utama kita dalam merintis proyek
besar pembangun-an Indonesia yang dinamakan Masterplan Percepatan dan
Perluas-an Pembangunan Ekonomi Indonesia, atau MP3EI. Indonesia
maju di abad-21 tidak bisa hanya berpusat di Jakarta; Indonesia hanya akan maju
secara nyata apabila segala potensi dan peluang yang ada di seluruh propinsi,
kabupaten, kota dan desa di Indonesia dapat dibangun bersama secara
produktif. Kita semua senang melihat Makasar mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dari Tiongkok; melihat Kabupaten Badung menjadi
lokasi turis utama di Asia; melihat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memangkas
angka kemiskinan dari 20 persen menjadi 9 persen hanya dalam waktu 3 tahun;
melihat Bandung berambisi membangun Silicon Valley Indonesia; melihat Maluku
berikhtiar menjadi lumbung perikanan nasional; melihat Surabaya diakui dunia
sebagai salah satu kota percontohan, serta banyak contoh lainnya di seluruh
tanah air.
Untuk mempercepat pembangunan
antarwilayah, kita telah memulai pembangunan enam koridor ekonomi yang
diharapkan dapat menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan
klaster-klaster industri di masing-masing koridor, dengan menggali potensi dan
keunggulan daerah.
Sejak pemerintah canangkan
pada tahun 2011, MP3EI telah merealisasikan lebih dari 382 proyek, yang
terdiri dari 208 proyek infrastruktur dan 174 proyek sektor riil, dengan nilai
tidak kurang dari Rp854 triliun. Yang menggembirakan adalah
mayoritas per-cepatan pembangunan infrastruktur dan sektor riil terjadi di luar
Jawa dengan total nilai proyek sebesar Rp544 triliun. Kita bangga melihat
berdirinya bandar udara yang megah dan modern di Makassar, Balikpapan, Medan
dan Bali – tidak kalah megah dari bandara internasional Soekarno-Hatta.
Kita berbesar hati melihat jalan tol atas laut di Bali, jalur kereta api baru
dari bandara ke pusat kota Medan, atau jembatan Kelok Sembilan di Sumatera
Barat, yang kesemuanya makin memacu kegiatan ekonomi masyarakat.
Namun kita juga harus
mengakui bahwa masih banyak tan-tangan infrastruktur kita ke depan.
Banyak proyek-proyek infrastruk-tur yang lama terhambat pelaksanaannya– bahkan
terhenti -- baik karena alasan politik, birokrasi atau logistik. Ini
tetap merupakan pekerjaan rumah besar kita, karena tidak mungkin Indonesia
menjadi raksasa ekonomi Asia tanpa infrastruktur yang makin lengkap, ber-kualitas
dan modern. Dengan MP3EI, kita berharap akan lebih banyak lagi muncul
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan infra-struktur baru di seluruh
Indonesia.
Saudara-saudara,
Kita dapat menarik nafas lega
karena sejak 2004, angka kemis-kinan terus menurun, walaupun sempat ada masa
angka ini mening-kat, khususnya di tahun 2005, karena krisis kenaikan harga
minyak di dunia. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah telah berhasil menurunkan
jumlah penduduk miskin sekitar 4,5 juta orang. Pada tahun 2009, persentase
penduduk miskin masih mencapai 14 persen atau sekitar 32 juta penduduk berada
di bawah garis kemis-kinan. Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan
turun menjadi 11 persen atau sekitar 28 juta penduduk. Walaupun
terus menurun, kita tetap tidak puas dengan angka ini, dan kita akan terus
berupaya mencapai angka nol kemiskinan absolut di bumi Indonesia.
Namun efektifitas pembangunan
nasional tidak semata-mata diukur dari pengentasan kemiskinan. Ukuran
lain yang juga penting adalah : pertumbuhan kelas menengah. Sebenarnya,
Pemerintah selama ini mempunyai tujuan ganda -- twin
objective -- yakni
me-nurunkan secara sistematis dan signifikan angka kemiskinan, dan bersamaan
dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kelas menengah.
Di abad ke-21, saya yakin
seyakin-yakinnya bahwa kemajuan Indonesia bukan diukur dari jumlah konglomerat,
namun diukur dari jumlah kelas menengah. Kalau jumlah kelas menengah terus
membe-sar, berarti kemiskinan otomatis menurun, karena yang masuk menjadi kelas
menengah adalah dari golongan miskin yang berhasil mengubah nasibnya – buruh
tani yang menjadi pemilik lahan; karyawan yang menjadi manajemen; si miskin
yang menjadi pengu-saha, dosen atau pejabat.
Karena itulah, kebijakan
pembangunan kita harus terus mendo-rong pertumbuhan kelas menengah. Ini
kita lakukan dengan men-jamin kemudahan berbisnis, dengan menganakemaskan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah kita, dengan membangun infrastruktur serta fasilitas
pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan upaya lainnya. Indonesia kini
mempunyai kelas menengah yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut satu sumber,
jumlah kelas menengah di Indonesia bertambah sekitar 8 juta orang per
tahun. Kita harus terus menjaga momentum positif ini karena secara
global, revolusi besar yang akan kita saksikan di abad ke-21 adalah revolusi
transformatif dan kreatif yang akan dimotori oleh kelas menengah.
Dengan segala capaian dan
kekurangan kita, pertemuan World Economic Forum di Filipina tahun ini secara
terbuka menyatakan bahwa Indonesia beruntung dapat mengalami “golden decade” -- dekade emas
selama 10 tahun terakhir ini. Ini bukan basa-basi : ini adalah penilaian
obyektif dari suatu badan internasional yang inde-penden dan
prestisius. Dalam dunia serba labil yang penuh dengan gejolak, Indonesia
bersyukur dapat menikmati stabilitas politik, perdamaian, pertumbuhan ekonomi
dan kerukunan sosial. Hal ini telah dicatat dan diapresiasi oleh
masyarakat dunia, sehingga me-ningkatkan modal politik Indonesia dalam
percaturan internasional.
Hadirin sekalian yang saya
hormati,
Segala upaya kita untuk
menjaga persatuan dan kemakmuran Indonesia akan sangat terbantu apabila situasi
internasional juga kondusif terhadap kepentingan kita.
Indonesia telah dan akan
terus berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri bebas aktif, seraya
terus memperjuangkan terwu-judnya keadilan dan perdamaian dunia. Alhamdulillah,
sejak era reformasi, reposisi Indonesia di dunia internasional terus
berlang-sung. Indonesia telah menjadi kekuatan regional dan sekaligus pe-main
global yang disegani.
Di abad ke-21, Indonesia
terus membuka dan memperluas ruang gerak diplomasi dengan siapapun sepanjang
mendukung kepentingan nasional kita – apa yang dinamakan politik luar negeri ke
segala arah (all directions foreign policy) dan sejuta kawan, tanpa satupun lawan (a
million friends and zero enemy). Dalam
kaitan ini, Indonesia telah membangun kemitraan strategis dengan seluruh
negara-negara besar dan sebagian besar emerging powers dunia. Kita juga terus
mengupayakan keseimbangan yang dinamis – dynamic equilibrium -- di kawasan, sehingga pergeseran
geopolitik yang kini sedang terjadi tidak mengakibatkan ketegangan atau konflik
baru.
Yang jelas, situasi
internasional yang kita hadapi semakin sarat dengan tantangan. Kita prihatin
bahwa hubungan antar negara-negara besar yang beberapa tahun belakangan ini
berada dalam kondisi stabil dan kooperatif, kini mulai mengarah pada ketegangan
baru. Konflik Ukraina berpotensi mengakibatkan ketegangan stra-tegis yang
berkelanjutan di Eropa, dan bahkan telah ikut merenggut ratusan korban tidak
berdosa, termasuk 14 korban warga negara Indonesia dalam insiden jatuhnya
pesawat MH-17. Situasi keaman-an dan politik di Timur Tengah
semakin tidak menentu arahnya. Tragedi kemanusiaan di Gaza Palestina masih
berlangsung. Dan virus Ebola, kini menjadi ancaman bagi negara manapun
mengingat jenisnya yang mematikan.
Bangsa Indonesia harus cerdas
mengantisipasi dan menyikapi berbagai perkembangan internasional dewasa ini
dengan tetap ber-pegang teguh pada kepentingan nasional.
Di lingkungan terdekat di
Asia Tenggara, Indonesia senantiasa berkontribusi pada penguatan ASEAN bagi
terciptanya suatu kawas-an yang damai dan sejahtera. Selama lima tahun terakhir
ini, terma-suk saat menjadi Ketua ASEAN sepanjang tahun 2011, Indonesia terus
mendorong sentralitas ASEAN dalam percaturan kawasan dan peningkatan peran
ASEAN dalam menghadapi permasalahan global.
Indonesia terus berkomitmen
untuk memastikan kesiapan diri kita sendiri menuju pembentukan Komunitas ASEAN
2015 di ketiga pilar—baik dalam pilar politik dan keamanan, ekonomi, maupun
so-sial-budaya. Mengingat semakin dekatnya pembentukan Komunitas ASEAN 2015
yakni 31 Desember 2015, kita harus semakin giat me-nyosialisasikannya kepada
seluruh rakyat Indonesia, apakah pengu-saha, buruh, pemerintah daerah,
mahasiswa, masyarakat madani, ataupun seniman, agar mereka dapat memahami
segala peluang dan tantangan yang ada, dan dapat meraih sebanyak mungkin
manfaat dari komunitas bersama 600 juta jiwa ini.
Dalam 10 tahun terakhir, saya
terus melaksanakan diplomasi bebas aktif Indonesia agar selalu berorientasi
pada peluang, selalu memberikan nilai tambah bagi kepentingan nasional, dan
selalu berikhtiar untuk selalu menjadi bagian dari solusi permasalahan
dunia.
Dalam konflik di Laut
Tiongkok Selatan, Indonesia melalui forum ASEAN dan melalui konsultasi langsung
dengan negara ter-kait, terus mendorong penyelesaian secara damai melalui
imple-mentasi Declaration on the Conduct serta penyelesaian Code
of Conduct di Laut
Tiongkok Selatan. Artinya, kita ikut mendorong penyelesaian persengketaan
di wilayah itu secara damai.
Di Pasifik Barat Daya, kita
telah meningkatkan hubungan per-sahabatan dengan negara-negara pulau di
Pasifik, dengan kerangka kebijakan “look
east diplomacy”. Saya senang melihat hubungan Indonesia dengan
negara-negara yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific
Island Forum, serta Pacific
Island Development Forum yang
mengalami peningkatan yang signifikan.
Di kawasan Asia, Indonesia
terus mendorong Indo-Pacific Treaty for Friendship and
Cooperationatau Traktat Indo-Pasifik untuk Persahabatan dan Kerja
sama. Gagasan ini dimaksudkan untuk menjamin hubungan perdamaian yang
lebih stabil dan damai di kawasan, berdasarkan norma-norma bersama --
sebagaimana telah diberlakukan selama ini di kawasan Asia Tenggara melaluiTreaty of Amity and Cooperation.
Di Timur tengah, dalam kasus
konflik Suriah, Indonesia mendo-rong negara-negara Anggota Tetap Dewan Keamanan
PBB untuk lebih berperan aktif dalam rangka penyelesaian krisis. Saya
juga telah berbicara dengan banyak tokoh dunia yang memiliki pengaruh besar
bagi penyelesaian konflik Suriah.
Khusus mengenai Palestina,
bersama masyarakat internasional lainnya, Indonesia aktif memperjuangkan
hak-hak sah bangsa Palestina untuk mendirikan negara yang merdeka dan
berdaulat. Kita juga berada di barisan depan dalam memperjuangkan peningkatan
status Palestina sebagai anggota penuh PBB dan aktif membantu peningkatan
kapasitas menuju negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Beberapa waktu lalu, saya mengirimkan surat terbuka---open letter---kepada para
pemimpin dunia agar memiliki sikap dan kesadaran bersama untuk menghentikan
aksi kekerasan yang sung-guh tidak proporsional dan tidak berperikemanusiaan
oleh Israel atas penduduk Gaza dewasa ini. Indonesia akan terus berjuang
bagi kemerdekaan Palestina, berdasarkan konsep dan solusi 2 negara. Two
State Solutions.
Indonesia telah menjadi salah
satu penyumbang utama dalam misi-misi perdamaian PBB. Peran Indonesia
dalam perspektif ini semakin menguat dan terlihat tidak hanya dari sisi
jumlah, tetapi juga dari segi kualitas personel. Visi Indonesia dalam hal ini
adalah menjadikan Indonesia sebagai 10 besar negara penyumbang pasu-kan
misi-misi perdamaian PBB.
Indonesia juga telah
memberikan kontribusi nyata terhadap agenda pembangunan millennium pasca 2015,
melalui peran kita sebagai salah satu Ketua Bersama dari Panel Tingkat Tinggi
PBB untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015. Di samping itu, kita juga aktif di
berbagai forum multilateral yang berdampak pada kebijakan strategis nasional,
seperti forum APEC, WTO, G-20 dan lainnya.
Pemerintah juga telah
menyambut baik proses Kongres Diaspora Indonesia di Jakarta tahun lalu, yang
menjadi ajang bagi komunitas besar diaspora yang berdarah dan berbudaya
Indonesia untuk berkarya dan bersinergi dengan tanah air.
TKI merupakan bagian penting
dari diaspora Indonesia, dan perlindungan TKI sebagai pahlawan devisa merupakan
prioritas dalam diplomasi Indonesia.
Warga negara Indonesia di
luar negeri tidak saja dipengaruhi oleh kerentanan kondisi kerja, namun juga
oleh instabilitas politik dan bencana alam. Pada tahun 2013, tidak kurang dari
40.000 WNI di luar negeri telah diselamatkan kembali ke tanah air dari berbagai
situasi yang mengancam keselamatannya. Di samping itu, melalui upaya hukum,
selama 3 tahun terakhir kita telah menyelamatkan setidaknya 190 orang yang
terancam hukuman mati. Perlu saya tegaskan disini bahwa perlindungan WNI
khususnya TKI di luar negeri dilaksanakan tidak saja melalui pendampingan
hukum, tetapi juga dilakukan sampai pada tingkat tertinggi. Sebagai misal, saya
telah beberapa kali melayangkan surat pribadi selaku Presiden RI kepada
beberapa kepala negara dan pemerintahan untuk pembebasan, pengurangan atau
penundaan hukuman mati bagi WNI.
Pendek kata, diplomasi bebas
aktif akan selalu mengabdi pada kepentingan nasional, akan selalu berupaya
memajukan perdamaian dan kerja sama internasional, dan akan selalu berjuang
melindungi warga kita di luar negeri.
Saudara-saudara,
Untuk melindungi tanah air,
disamping melalui diplomasi, kita juga terus meningkatkan pertahanan Indonesia.
Memasuki awal 2000, kekuatan pertahanan didominasi oleh alutsista yang berumur
tua dan daya gentarnyapun telah menurun jauh. Sementara itu, ke depan, di
samping kita harus senantiasa menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI,
kita juga menghadapi berbagai ancaman keamanan non-tradisional – misalnya
bencana alam, bajak laut, terorisme, kejahatan transnasional, serangan cyber,
penyelundupan manusia, dan lain sebagainya. Karena itulah, kita melakukan
pening-katan dan modernisasi kekuatan pertahanan kita melalui program
pembangunan Kekuatan Dasar yang Diperlukan (the minimum essential force),
dengan mengedepankan keterpaduan 3 matra, yaitu darat, laut dan udara.
Hadirin sekalian yang saya
hormati,
Hari ini, saya berdiri di
mimbar yang mulia ini dengan seribu perasaan yang sulit saya lukiskan.
Sudah dapat dipastikan, inilah terakhir kalinya saya berpidato di tempat yang
terhormat ini sebagai Presiden Republik Indonesia. Walaupun ini adalah pidato
yang ke-10, perasaan saya sebenarnya sama dengan sewaktu pertama kali berdiri
disini tahun 2005 : penuh semangat dan tekad, untuk berbuat yang terbaik dan
memberikan segalanya kepada bangsa dan negara.
Dalam 10 tahun terakhir, saya
telah mencoba mendedikasikan seluruh jiwa dan raga untuk Indonesia. Terlepas
dari berbagai cobaan, krisis dan tantangan yang saya alami, tidak pernah ada
satu menitpun saya merasa pesimis terhadap masa depan Indonesia. Dan tidak
pernah satu menitpun saya merasa tergoda untuk melanggar sumpah jabatan dan
amanah rakyat kepada saya sebagai Presiden. Tanggung jawab saya pada akhirnya
bukanlah kepada partai politik, bukanlah kepada parlemen atau pemerintah atau
suatu kelompok, namun kepada Republik, kepada rakyat Indonesia yang telah memberikan
kepercayaan kepada saya, kepada sejarah, dan tentu-nya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Dalam kesempatan yang baik
ini, ada beberapa refleksi pribadi yang ingin saya sampaikan ke hadapan sidang
yang mulia ini, dan juga kepada rakyat Indonesia.
Pertama, jangan pernah lupa bahwa
yang paling penting kita bangun adalah sistem – sistem demokrasi, sistem
politik, dan sistem ekonomi. Demokrasi kita tidak boleh bergantung pada figur
seseorang, namun harus bergantung pada lembaga, pada peraturan, pada hukum dan
norma. Sejarah mengajarkan kita, selama sistem itu kuat, maka negara akan
kuat, rakyat juga kuat. Tetapi, jika sistem itu lemah dan keropos,
demokrasi kita akan kembali labil dan mengalami kemunduran.
Kedua, kita harus menjaga
ke-Indonesia-an kita. Perjuangan kita di abad ke-21 tidak lagi menjaga
kemerdekaan, namun menjaga ke-Indonesia-an. Tidak ada gunanya kita menjadi
semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik
dari bangsa kita: Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi,
kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan. Jika para pendiri bangsa dulu
mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita
kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian. Karena itu
pulalah, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat ISIS di tanah
air karena sangat bertentangan – dan bahkan berbahaya – bagi jati diri
kita. Para pemimpin di seluruh tanah air, saya minta untuk tegas
mengambil sikap mengenai tantangan ini. Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita,
ke-Indonesia-an kita. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara
agama.
Ketiga, kita semua mempunyai
tanggung jawab untuk men-cegah agar jangan sampai demokrasi kita menjadi
elitis. Reformasi dimulai sebagai gerakan akar rumput, sebagai ekspresi
aspirasi rak-yat, yang kemudian dijelmakan dalam sistem politik yang sekarang
kita anut. Alangkah malangnya kalau demokrasi tersebut akhirnya kehilangan jiwa
kerakyatannya, dan kemudian panggung politik hanya didominasi oleh segelintir
elit yang berjiwa transaksional, apalagi bila dicampur dengan nasionalisme yang
sempit. Kalau itu terjadi, maka malapetaka akan kembali menimpa Negara yang
kita cintai ini. Kita harus terus menjaga agar gravitasi demokrasi Indonesia
terus berkisar pada rakyat.
Dan yang keempat,
atau yang terakhir, mari kita jaga
momen-tum bangsa yang positif dan prospektif ini, yang dengan susah payah kita
peroleh. Setelah 69 tahun merdeka, Indonesia telah tam-pil menjadi
demokrasi yang besar, ekonomi yang kuat, dan pemain internasional yang
disegani, serta dengan masa depan yang menja-njikan. Dunia melihat
Indonesia bukan saja sebagai kawan, namun sering pula sebagai rujukan yang
positif. Terlepas dari segala permasalahan dalam negeri yang masih kita
hadapi, kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di bumi Indonesia, demokrasi,
Islam dan modernitas dapat tumbuh bersama; kita bisa menunjuk-kan bahwa konflik
dapat diselesaikan secara damai dan demokratis; kita bisa bangkit dari berbagai
krisis yang beruntun menerpa kita; dan kita bisa memperlihatkan bahwa bangsa
yang majemuk seperti kita juga dapat menjadi bangsa yang rukun.
Ini bukan capaian pribadi
saya, bukan pula capaian Pemerintah semata: ini adalah prestasi sejarah bangsa
Indonesia. Kita semua wajib menjaga momentum bangsa yang baik ini, dan bahkan
meningkatkannya. Jangan lupa, dunia penuh dengan contoh bangsa yang sedang naik
daun kemudian tersandung dan jatuh seketika. Jangan sampai hal itu
terjadi pada bangsa kita.
Saudara-saudara,
Merupakan kehormatan besar bagi
saya untuk menjadi Presi-den Indonesia. Saya adalah anak orang biasa, dan
anak biasa dari Pacitan, yang kemudian menjadi tentara, menteri, dan kemudian
dipilih sejarah untuk memimpin bangsa Indonesia. Menjadi Presiden dalam
landskap politik dimana semua pemimpin mempunyai mandat sendiri, dalam
demokrasi 240 juta, adalah suatu proses belajar yang tidak akan pernah ada
habisnya. Tentunya dalam 10 tahun, saya banyak membuat kesalahan dan
kekhilafan, dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang terdalam, saya
meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan itu. Meskipun saya
ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia biasa.
Di mimbar yang mulia ini,
saya, Susilo Bambang Yudhoyono, juga berjanji untuk membantu siapapun yang akan
menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014 – 2019, jika hal itu
dikehendaki. Ini adalah kewajiban moral saya sebagai mantan Presiden
nantinya, dan sebagai warga negara yang ingin terus berbakti kepada negaranya.
Melalui mimbar ini pula, saya
mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih yang nanti akan disahkan oleh
Mahkamah Konsti-tusi. Tahun depan, Presiden kita yang baru akan memberikan
pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indo-nesia,
marilah kita bersama-sama mendengarkannya, dan mendu-kung beliau untuk kebaikan
dan kemajuan negeri ini.
Saya juga mempunyai
mimpi dan harapan yang indah, yaitu terbangunnya budaya politik yang luhur
dimana para pemimpin Indonesia saling bahu membahu, saling membantu, dan saling
mengingatkan demi masa depan Indonesia. Saya yakin itulah yang didambakan oleh
rakyat Indonesia, dan itulah yang harus kita berikan dengan ikhlas kepada
mereka.
Saudara Ketua, para Wakil
Ketua, dan para Anggota DPR RI dan DPD RI yang saya hormati.
Hadirin sekalian yang saya
muliakan,
Akhirnya, saya atas nama
pribadi dan keluarga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
tulus kepada jajaran pemerintahan dan seluruh rakyat Indonesia atas dukungan
dan partisipasi saudara-saudara, dalam mewujudkan agenda-agenda pembangunan
dalam sepuluh tahun terakhir ini. Secara khusus kepada saudara-saudara yang
mengabdi di daerah-daerah terpencil, pulau-pulau terdepan, pegunungan, dan
perbatasan negara, terima kasih atas pengabdian saudara-saudara yang melebihi
panggilan tugas.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa,
Allah SWT, melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya kepada kita semua, dalam
membangun bangsa dan negara kita, menjadi bangsa yang besar, maju, adil,
sejahtera, dan bermartabat.
Dirgahayu Republik Indonesia!
Terima
kasih,
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
No comments:
Post a Comment